1.
“Becik
ketitik ala ketara”
Artinya
orang yang baik watak dan tabiatnya akan ketahuan kebaikannya, sedangkan orang
yang buruk perangai dan kelakuannya akan terliat juga buruknya. Ungkapan ini
mengandung nilai pendidikan yaitu orang hendaknya selalu bercakap dan bertindak
baik-baik. Orang yang berbuat buruk walaupun ditutup-tutupi akhirnya akan
ketahuan pula. Sebaliknya perbuatan yang baik walaupun tidak disebarluaskan
pada akhirnya akan diketahui pula oleh orang banyak.
2. “Digdaya tanpa aji, sugih tanpa banda, menang
tanpa ngasorake”
Artinya orang yang memiliki keluhuran budi tentu memiliki
kewibawaan yang tinggi ibarat orang sakti. Keluhuran budi diibaratkan sebagai
kekayaan yang sangat tinggi nilainya. Nilai yang terkandung di dalamnya adalah
ajaran yang mengharapkan agar orang senantiasa beriktikat baik dan berbudi
luhur. Sikap demikian itu sangat tinggi nilainya, baik di dalam hidup
bermasyarakat, organisasi sosial, maupun pemerintahan.
3. “Giri lusi janma tan kena kinira” (Giri lusi
janma tan kena ing ina)
Artinya kemampuan, kecakapan, kepribadian seseorang tidak
dapat diperkirakan dengan tepat. Tiap-tiap orang memiliki kemampuan, kecakapan,
kepribadian yang berbeda-beda. Ungkapan tersebut mengandung nilai pendidikan
dan petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tiap manusia mempunyai kelebihan
dan kekurangan sendiri-sendiri. Mencela dan mengukur kemampuan orang lain
merupakan perbuatan yang tidak susila.
4. “Negara mawa tata, desa mawa cara”
Artinya tiap negara mempunyai pranata atau tata pemerintahan
dan tata sosial sendiri-sendiri. Tiap desa mempunyai tata cara, adat kebiasaan,
dan adat istiadat sendiri-sendiri. Nilai yang terkandung di dalamnya bersifat
mendidik kea rah sikap memahami serta menghargai teman bergaul yang berasal
dari negara lain, kota, atau desa mempuyai tata nilai yang berbeda-beda.
5. “Ngiloa githoke dhewe”
Artinya hendaknya orang dapat mengetahui
kekurangan, kelemahan, cacat, cela, aib yang ada pada dirinya sendiri. Demikian
pula hendaknya orang dapat mengetahui kesalahan yang sudah diperbuatnya
sendiri. Petunjuk tersebut mengandung nilai agar orang menyadari bahwa setiap
orang mengandung kekurangan, kelemahan, cacat, dan sebagainya. Maka di dalam
petunjuk itu terkandung harapan agar orang dapat berjiwa besar, tenggang rasa,
suka mengampuni kesalahan orang lain.
6. “Sapa gawe nganggo, sapa nandur ngundhuh”
Artinya setiap orang akan memetik hasil sesuai dengan
perbuatannya. Ungkapan tersebut mengandung peringatan agar semua orang sebelum
berbuat sesuatu telah mempertimbangkan dengan baik-baik kemungkinan akibat yang
akan terjadi.
7. “Yen omong sing maton, aja mung waton omong”
Artinya seseorang jika berbicara hendaknya dengan dasar atau
alasan yang mapan, jagan asal berbicara saja. Ungkapan ini mengandung ajaran,
orang hendaknya berhati-hati dalam berbicara, memperhatikan apa yang
dibicarakan, dalam forum apa dia bicara, dalam suasana bagaimana, di mana
tempat berbicara, dan siapa yang diajak berbicara.
8. “Wong iku kudu ngudi kabecikan, jalaran
kabecikan iku sanguine urip”
Artinya orang harus berusaha mencari kebaikan sebab kebaikan
itu bekal hidup.
9. “Wong kang ora gelem ngudi kebecikan iku
prasasat setan”
Artinya orang yang tidak mau berusaha mencari kebaikan itu
laksana setan.
10. “Sing gelem ngudi kautamaning urip mesthi
didohi dhemit”
Artinya barang siapa mencari dan mewujudkan keutamaan hidup
pasti dijauhi setan.
11. “Wong
tuwa kang ora ngerti kabecikan sarta ora ngerti marang uda negara lan tata
krama iku sejatine dudu panutane putra wayah”
Artinya orang tua yang tidak berusaha berbuat kebaikan serta
tidak mengerti adat dan sopan satun atau
tata krama, pada hakikatnya bukanlah
panutan anak cucu.
12. “Wong tuwa kudu mulang kang prayoga marang
putra wayah”
Artinya orang tua harus menajarkan yang baik dan pantas kepada
anak cucu.
13. “Sing sapa nyembah marang wong tuwa kang ora
ngerti uda negara lan tata krama kuwi prasasat ngumbah uyuh lan kotoran kang
akeh banget”
Artinya barang siapa yang menghormati orang tua yang tidak
tahu akan adat dan tata krama (orang jahat) itu sama dengan membersihkan air
kencing dan kotoran yang banyak sekali.
14. “Putra iku perdinen sesileng tata”
Artinya anak harus dididik tata susila atau tata krama.
15. “Lamun ana wong kang tansah gawe gleaning
atine liyan, jalaran rumangsa dheweke darbe pangkat, iku uga perlu diedohi. Ing
tembe yen wis ilang pangkate kari katon alane wae”
Artinya barang siapa selalu membuat kecewa orang lain karena
ia berpangkat, orang itu perlu dijauhi. Kelak ketika pangkatnya tanggal akan
kelihatan jeleknya saja.
16. “Wong luwih iku kudu bisa apek ati lan
ngepenakake atine liyan:
(1)
Yen kumpul wanita kudu bisa ngetrapake
tembung kang manis kang bisa gawe senenging ati,
(2)
Yen
kumpul pandhita kudu bisa ngomongake tembung kang becik,
(3)
Yen ana
sangarepe mungsuh kudu bisa ngatonake pasedulurane”
Artinya orang arif itu harus dapat mengambil hati dan
menyenangkan hati orang lain:
(1)
Kalau berkumpul dengan wanita harus dapat
menggunakan bahasa yang dapat menyenangkan hati,
(2)
Kalau berkumpul dengan pendeta harus dapat
membicarakan hal-hal yang baik,
(3)
Kalau dihadapka musuh harus dapat memperlihatkan
sikap persaudaraan.
Sumber saka: Bastomi, Suwaji. 1995. Seni
dan Budaya Jawa. Semarang: IKIP Semarang Press, Kaca: 68-71.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar